Salah satu kejahatan kerah putih adalah kasus
korupsi Hambalang, ada pun asal mula dari kasus tersebut. Proyek
Hambalang dimulai sekitar tahun 2003. Proyek yang dikabarkan ada dugaan korupsi
seperti ‘nyanyian’ M. Nazaruddin ini ditargetkan selesai akhir tahun 2012 ini.
Proyek pusat olahraga di Hambalang, Bogor-
Jawa Barat menjadi sorotan, apalagi dua bangunan di sana ambruk karena tanahnya
ambles. Secara kronologi, proyek ini bermula pada Oktober Tahun 2009. Saat itu
Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olah Raga) menilai perlu ada Pusat Pendidikan
Latihan dan Sekolah Olah Raga pada tingkat nasional.
Maka, Kemenpora memandang perlu
melanjutkan dan menyempurnakan pembangunan proyek pusat pendidikan pelatihan
dan sekolah olahraga nasional di Hambalang, Bogor. Selain itu juga untuk
mengimplementasikan UU Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Pada 20 Januari 2010, sertifikat
hak pakai nomor 60 terbit atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 meter
persegi.
Pada 30 Desember 2010, terbit
Keputusan Bupati Bogor nomor 641/003.21/00910/BPT 2010 yang berisi Izin
Mendirikan Bangunan untuk Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga
Nasional atas nama Kemenpora di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup- Bogor.
Lanjutan pembangunan Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional mulai dilaksanakan tahun
2010 dan direncanakan selesai tahun 2012. Untuk membangun semua fasilitas dan
prasarana sesuai dengan master plan yang telah disempurnakan, anggaran mencapai
Rp 1,75 triliun. Ini sudah termasuk bangunan sport science, asrama atlet
senior, lapangan menembak, extreme sport, panggung terbuka, dan voli pasir.Ini
berdasarkan hasil perhitungan konsultan perencana.
Sejak tahun 2009-2010
Kementerian Keuangan dan DPR menyetujui alokasi anggaran sebagai berikut :
A). APBN murni 2010 sebesar Rp
125 miliar yang telah diajukan pada tahun 2009
B). APBNP 2010 sebesar Rp 150 miliar
C). Pagu definitif APBN murni 2011 sebesar Rp 400 miliar
B). APBNP 2010 sebesar Rp 150 miliar
C). Pagu definitif APBN murni 2011 sebesar Rp 400 miliar
Pada 6 Desember 2010 keluar
surat persetujuan kontrak tahun jamak dari Kemenkeu RI nomor S-553/MK.2/2010.
Pekerjaan pembangunan direncanakan selesai 31 Desember 2012. Penerimaan siswa
baru diharapkan akan dilaksanakan tahun 2013-2014.
Berikut kronologi
pembangunan proyek Hambalang dari tahun ke tahun :
Tahun 2003-2004
Pada tahun itu, masih di Direktorat Jenderal (Ditjen) Olahraga Depdikbud. Proyek ini digelontorkan pada tahun itu sesuai dengan kebutuhan akan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga yang bertaraf internasional. Selain itu untuk menambah fasilitas olahraga selain Ragunan. Pada tahun itu direkomendasikan 3 wilayah yaitu Hambalang Bogor, Desa Karang Pawitan, dan Cariuk Bogor. Akhirnya yang dipilih Hambalang.
Pada tahun itu, masih di Direktorat Jenderal (Ditjen) Olahraga Depdikbud. Proyek ini digelontorkan pada tahun itu sesuai dengan kebutuhan akan pusat pendidikan dan pelatihan olahraga yang bertaraf internasional. Selain itu untuk menambah fasilitas olahraga selain Ragunan. Pada tahun itu direkomendasikan 3 wilayah yaitu Hambalang Bogor, Desa Karang Pawitan, dan Cariuk Bogor. Akhirnya yang dipilih Hambalang.
Tahun 2004
Dilakukan pembayaran para penggarap lahan di lokasi tersebut dan sudah dibangun masjid, asrama, lapangan sepakbola dan pagar.
Dilakukan pembayaran para penggarap lahan di lokasi tersebut dan sudah dibangun masjid, asrama, lapangan sepakbola dan pagar.
Tahun 2004-2009
Proyek di Ditjen Olahraga Kemendikbud dipindahkan di Kemenpora. Lalu dilaksanakan pengurusan sertifikat tanah Hambalang tapi tidak selesai.
Proyek di Ditjen Olahraga Kemendikbud dipindahkan di Kemenpora. Lalu dilaksanakan pengurusan sertifikat tanah Hambalang tapi tidak selesai.
Tahun 2005
Datang studi geologi oleh konsultan
pekerjaan di lokasi Hambalang.
Tahun 2006
Dianggarkan pembuatan maket dan masterplan. Dari rencana awalnya pusat peningkatan olahraga nasional, menjadi pusat untuk atlet nasional dan atlet elite.
Tahun 2006
Dianggarkan pembuatan maket dan masterplan. Dari rencana awalnya pusat peningkatan olahraga nasional, menjadi pusat untuk atlet nasional dan atlet elite.
Tahun 2007
Diusulkan perubahan nama dari Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional.
Tahun 2009
Diajukan anggaran pembangunan dan mendapat alokasi sebesar Rp 125 miliar, tapi tidak dapat dicairkan (dibintangi) karena surat tanah Hambalang belum selesai.
Tahun 2010
Pada tanggal 6 Januari 2010 diterbitkan surat Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1/ HP/ BPN RI/2010, tentang Pemberian Hak Pakai atas nama Kemenpora atas tanah di Kabupaten Bogor- Jawa Barat dan berdasarkan Surat Keputusan tersebut, kemudian pada tanggal 20 Januari diterbitkan sertifikat hak pakai nomor 60 atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 m2. Lalu pada 30 Desember 2010 keluar izin pendirian bangunan.
Diusulkan perubahan nama dari Pusat Pendidikan Pelatihan Olahraga Nasional menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional.
Tahun 2009
Diajukan anggaran pembangunan dan mendapat alokasi sebesar Rp 125 miliar, tapi tidak dapat dicairkan (dibintangi) karena surat tanah Hambalang belum selesai.
Tahun 2010
Pada tanggal 6 Januari 2010 diterbitkan surat Keputusan Kepala BPN RI Nomor 1/ HP/ BPN RI/2010, tentang Pemberian Hak Pakai atas nama Kemenpora atas tanah di Kabupaten Bogor- Jawa Barat dan berdasarkan Surat Keputusan tersebut, kemudian pada tanggal 20 Januari diterbitkan sertifikat hak pakai nomor 60 atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 m2. Lalu pada 30 Desember 2010 keluar izin pendirian bangunan.
Lalu pada 2010 juga ada
perubahan lagi yakni penambahan fasilitas sarana dan prasarana antara lain
bangunan sport sains, asrama atlet senior, lapangan menembak, ekstrem sport,
panggung terbuka dan volley pasir dengan dibutuhkan anggaran Rp 1,75 triliun.
Lalu sejak 2009-2010 sudah
dikeluarkan anggaran total Rp 675 miliar. Lalu 6 Desember 2010 keluar surat
kontrak tahun jamak dari Kemenkeu untuk pembangunan proyek sebesar Rp 1,75
triliun dan pengajuan pembelian alat- alat membengkak menjadi Rp 2,5 Triliun.
Tahun 2012
31 Desember 2012 pekerjaan direncanakan selesai. Lalu penerimaan siswa baru direncanakan pada 2013-2014.
31 Desember 2012 pekerjaan direncanakan selesai. Lalu penerimaan siswa baru direncanakan pada 2013-2014.
Menurut penelusuran tim
investigasi dari seputarnusantara.com, bahwa pada awal Desember tahun
2009, Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Bendahara Fraksi Partai
Demokrat M. Nazaruddin meminta tolong kepada anggota Komisi II DPR RI Ignatius
Mulyono (yang juga menjabat sebagai Ketua Baleg DPR RI), agar menanyakan kepada
BPN (Badan Pertanahan Nasional) lewat telepon, perihal surat tanah Kemenpora
kenapa belum selesai?
Karena BPN merupakan mitra kerja
Komisi II DPR RI, maka Ignatius Mulyono bersedia membantu menanyakan kepada BPN
perihal sertifikat tanah Hambalang tersebut.
Kemudian pada tanggal 6 Januari
2010, Surat Keputusan atas nama Kemenpora terbit dari BPN. Ignatius Mulyono
ditelepon oleh Sestama BPN bahwa Surat Keputusan sudah selesai dan agar diambil
ke BPN. Selanjutnya Ignatius Mulyono mengambil surat Keputusan tanah tersebut
dan langsung menyerahkan ke Bapak Anas Urbaningrum.
Menurut informasi yang
diperoleh tim investigasi seputarnusantara.com, bahwa Ignatius Mulyono
mau menanyakan kepada BPN lewat telepon, dikarenakan yang meminta tolong adalah
Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Tentu, sebagai Anggota Fraksi
Partai Demokrat, Ignatius Mulyono bersedia membantu Sang Ketua Fraksi. Hal ini
semata- mata karena loyalitas Anggota Fraksi kepada Ketuanya. Apalagi Ignatius
Mulyono sebagai anggota Komisi II DPR RI yang mitra kerjanya adalah BPN.
Pada tanggal 6 Januari 2010,
ternyata yang diterima oleh Ignatius Mulyono dari Sestama BPN bukanlah berupa
Sertifikat, tetapi hanya berupa Surat Keputusan Kepala BPN RI.
Jadi awal mula proyek Hambalang
menjadi kasus publik adalah setelah keluarnya Sertifikat Hambalang Nomor 60
tanggal 20 Januari 2010, dimana pada Rapat Kerja Menpora dengan Komisi X DPR
RI, Menpora mengajukan pencabutan bintang (anggaran Rp 125 Miliar) dan
mengusulkan peningkatan program penambahan sarana dan prasarana sport centre
dll, sehingga mengajukan anggaran menjadi Rp 1,75 Triliun.
Bahkan usulan tambahan pembelian
alat- alat menjadi proyek Hambalang membutuhkan dana sampai Rp 2,5 triliun.
Yang sungguh menjadi tanda tanya
besar adalah, proses perubahan besarnya anggaran dari Rp 125 Miliar menjadi Rp
1,75 Triliun bahkan berkembang menjadi Rp 2,5 Triliun tidak melalui tahapan-
tahapan yang semestinya, dimana dalam pembahasannya seharusnya
mengikut-sertakan seluruh anggota Komisi X DPR RI.
Masalah ini perlu terus
ditelusuri untuk membuka secara jelas dan gamblang siapa sebenarnya yang
terlibat kasus Hambalang ini, termasuk membongkar siapa aktor
intelektual yang mengendalikan serta pembongkaran terhadap pelaksanaan tender
dan siapa yang menerima pembagian “penghargaan jasa” melicinkan kenaikan
anggaran dan pemenangan kontraktor pada proses tender. (Aziz)
REVIEW
Kisruh
audit investigasi BPK soal kasus Hambalang tak menghalangi KPK untuk tetap
menelusuri seluk-beluk skandal korupsi itu. Bagi KPK, yang sudah lama
menelusuri kasus Hambalang, skandal dalam proyek tersebut sudah tak bisa lagi
ditutupi. Terkait soal nama Andi Mallarangeng, yang diributkan karena tak
tercantum dalam laporan audit investigasi BPK itu. KPK menyelidiki soal ada
atau tidaknya aliran-aliran dana yang masuk ke penyelenggara negara dan unsur
suap-menyuap. Audit BPK tentu mencari
kerugian negara. Sedangkan, KPK melakukan penyelidikan berdasarkan pada
penemuan dua alat bukti yang cukup sesuai dengan UU No.31 Tahun 1999. Meskipun
begitu, hasil audit BPK tentu sangat penting bagi KPK karena bisa menjadi
petunjuk dan pelengkap terkait penyelidikan dan penyidikan KPK. Namun, KPK juga
tidak bisa menjadikan audit BPK sebagai bukti utuh. Dalam rangka pengembangan kasus Hambalang tersebut,
KPK terus mengumpulkan bukti. Di antaranya mengenai konstruksi, pengadaan
barang dan jasa, penerbitan sertifikat, dan soal aliran dana suap. KPK sudah
mempunyai hitungannya sendiri. Dalam hitungan KPK, pencairan dana termin
pertama proyek Pusat Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang
senilai Rp225 miliar itu, diduga merugikan negara Rp10 miliar. Terkait
perhitungan kerugian negara pada termin pertama proyek Hambalang ini, KPK telah
menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Pemuda dan Olahraga
(Kemenpora), Dedy Kusdinar, sebagai tersangkanya. Secara keseluruhan, proyek
Hambalang bernilai Rp2,5 triliun, dengan nilai bangunan fisik sebesar Rp1,2
triliun.
Sementara itu, terkait penetapan Dedy sebagai tersangka, masyarakat antikorupsi terlihat belum cukup puas dengan langkah KPK tersebut. Peneliti Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun, mengatakan, KPK baru masuk level paling bawah dalam kasus ini. Dedy yang hanya menjabat PPK itu, tentunya bukan pengambil kebijakan dalam rantai pengadaan barang dan jasa proyek Hambalang. Dedy yang kini menjabat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora itu, diduga hanya berperan dalam pencairan anggaran Hambalang pada termin pertama, sekitar Rp200 miliar
Lantas, harus mengarah ke mana KPK selanjutnya? Secara struktural, sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau pemimpin proyek, Dedy menjadi bawahan Menpora Andi Mallarangeng selaku kuasa pemegang anggaran. Penting untuk mendorong Dedy agar menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar keterlibatan pihak lain yang lebih besar. Jika dilihat konstruksi pasal yang disangkakan KPK ke Dedy, KPK membuka peluang adanya tersangka lain. Dedy dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, terkait penetapan Dedy sebagai tersangka, masyarakat antikorupsi terlihat belum cukup puas dengan langkah KPK tersebut. Peneliti Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun, mengatakan, KPK baru masuk level paling bawah dalam kasus ini. Dedy yang hanya menjabat PPK itu, tentunya bukan pengambil kebijakan dalam rantai pengadaan barang dan jasa proyek Hambalang. Dedy yang kini menjabat Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora itu, diduga hanya berperan dalam pencairan anggaran Hambalang pada termin pertama, sekitar Rp200 miliar
Lantas, harus mengarah ke mana KPK selanjutnya? Secara struktural, sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau pemimpin proyek, Dedy menjadi bawahan Menpora Andi Mallarangeng selaku kuasa pemegang anggaran. Penting untuk mendorong Dedy agar menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar keterlibatan pihak lain yang lebih besar. Jika dilihat konstruksi pasal yang disangkakan KPK ke Dedy, KPK membuka peluang adanya tersangka lain. Dedy dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Referensi:
·
http://seputarnusantara.com/?p=13559