SISTEM EKONOMI ISLAM
Latar Belakang
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). Karena kerjasama meupakan tema umum dalam organisasi sosial Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridha Allah SWT. Jadi Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar memperhatikan bahwa perbuatan baik ('amal sâlih) bagi masyarakat merupakan ibadah kepada Allah dan menghimbau mereka untuk berbuat sebaik-baiknya demi kebaikan orang lain.
Ajaran ini bisa ditemukan di semua bagian Al-Qur'an dan ditunjukkan secara nyata dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW sendiri. Prinsip persaudaraan (ukhuwwah) sering sekali ditekankan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah, sehingga karena itu banyak sahabat menganggap harta pribadi mereka sebagai hak milik bersama dengan saudara-saudara mereka dalam Islam. Kesadaran dan rasa belas kasihan kepada sanak keluarga dalam keluarga besar juga merupakan contoh orientasi sosial Islam yang lain, karena berbuat baik (ber'amal salih) kepada sanak keluarga semacam itu tidak hanya dihimbau tetapi juga diwajibkan dan diatur oleh hukum (Islam). Kerukunan hidup dengan tetangga sangat sering ditekankan baik dalam Al-Qur'an maupun Sunnah; di sini kita juga melihat penampilan kepedulian sosial lain yang ditanamkan oleh Islam. Dan akhirnya, kesadaran, kepedulian dan kesiapan untuk melayani dan berkorban di saat diperlukan demi kebaikan masyarakat keseluruhan amat sangat ditekankan.
Ajaran-ajaran Islam pada umumnya dan terutama ayat-ayat Al-Qur'an berulang-ulang menekankan nilai kerjasama dan kerja kolektif. Kerjasama dengan tujuan beramal saleh merupakan perintah Allah yang dinyatakan dalam Al-Qur'an. Baik dalam masalah-masalah spiritual, urusan-urusan ekonomik atau kegiatan sosial, Nabi SAW menekankan kerjasama diantara umat Muslim sebagai landasan masyarakat Islam dan merupakan inti penampilannya
Dasar-dasar sistem ekonomi Islam yaitu :
1) Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat,tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
2) Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3) Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.
4) Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki.
5) Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.
6) Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.
7) Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja
Konsep sistem ekonomi Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani / etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:
- Qs.al-Ahzab:72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).
- Qs.Hud:61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
- Qs.al-Baqarah:30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah Allah di bumi).
Hal-hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut diperoleh ketentuannya dengan jalan ijtihad.
Landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya sistem ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
Nilai dasar sistem ekonomi Islam:
1) Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
2) Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3) Keadilan antar sesama manusia.
Nilai instrumental sistem ekonomi Islam:
1) Kewajiban zakat.
2) Larangan riba.
3) Kerjasama ekonomi.
4) Jaminan sosial.
5) Peranan negara.
Nilai filosofis sistem ekonomi Islam:
1) Sistem ekonomi Islam bersifat terikat yakni nilai.
2) Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian dan
pengembangannya berlangsung terus-menerus.
Nilai normatif sistem ekonomi Islam:
1) Landasan aqidah.
2) Landasan akhlaq.
3) Landasan syari'ah.
4) Al-Qur'anul Karim.
5) Ijtihad (Ra'yu), meliputi qiyas, masalah mursalah, istihsan, istishab, dan urf.
Politik Ekonomi islam
Politik ekonomi merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan berbagai kebijakan (peraturan dan perundangan) untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi. Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang diambil khilafah Islamiyyah yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan.
Islam memperhatikan pemenuhan kebutuhan setiap anggota masyarakat dengan fokus perhatian bahwa manusia diperhatikan sebagai individu (pribadi), bukan sekedar sebagai suatu komunitas yang hidup dalam sebuah negara. Hal ini berarti Islam lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara individual dan bukan secara kolektif. Atau dengan kata lain bagaimana agar setiap individu masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier
Strategi Politik Ekonomi islam
Sistem ekonomi Islam telah menetapkan suatu strategi politik yang harus dilaksanakan agar pemenuhan tersebut dapat berjalan dengan baik. Secara garis besar strategi pemenuhan kebutuhan pokok dibedakan antara pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang dengan kebutuhan pokok berupa jasa. Pengelompokkan ini dilakukan karena terdapat perbedaan antara pelaksanaan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok antara kebutuhan yang berbentuk barang dengan yang berbentuk jasa.
Untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang Islam memberikan jaminan dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. Sedangkan berkaitan dengan kebutuhan jasa pokok dipenuhi dengan mekanisme langsung, yakni negara secara langsung memenuhi kebutuhan jasa pokok tersebut, antara lain :
1). Pemenuhan Kebutuhan Pokok Berupa Barang (Pangan, Sandang dan Papan)
Hukum Islam telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan
pokok (primer) warga negara secara menyeluruh, seperti sandang, pangan dan
papan. Caranya dengan mewajibkan bekerja kepada setiap laki-laki yang
mampu bekerja, sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya
sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi
tanggungannya. Kalau orang tersebut sudah tidak mampu bekerja,
maka Islam mewajibkan kepada anak-anaknya serta ahli warisnya untuk
memenuhi kebutuhan primernya. Bahkan Islam juga mewajibkan kepada
tetangganya yang muslim untuk memenuhi kebutuhan pokok tetangganya. Jika
orang-orang yang wajib menanggung nafkahnya tidak ada atau tidak mampu,
baru negaralah melalui baitul mal yang wajib memenuhinya.
ALLAH berfirman :
“…Maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah
sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah :10)
2) Negara menyediakan lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu
bekerja dapat memperoleh pekerjaan
Jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan, namun ia tidak memperoleh pekerjaan sementara ia mampu bekerja dan telah berusaha mencari pekerjaan tersebut, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar orang yang bersangkutan dapat bekerja untuk mencari nafkah penghidupan. Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawab negara.
Rasullah saw bersabda :
“ Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan
diminta
pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3) Memerintahkan kepada setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya
Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, namun seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga dan tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggungjawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
“ Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli warispun berkewajiban demikian…”(QS. Al-Baqarah :233)
5) Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan dari
Seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.
Menurut Islam negara (baitul mal) berfungsi menjadi penyantun orang-orang
lemah dan butuh, sedangkan pemerintah adalah pemelihara dan pengatur
urusan rakyatnya. Dalam hal ini negara akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang menjadi tanggungannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok individu masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya secara sempurna –baik karena mereka telah berusaha namun tidak cukup (fakir dan miskin) ataupun terhadap orang-orang yang lemah dan cacat yang tidak mampu untuk bekerja--maka negara harus menempuh berbagai cara
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Negara dapat saja memberikan nafkah baitul mal tersebut berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban Syar’iy, dan diambil oleh negara dari orang-orang kaya.
sebagaimana firman Allah SWT :
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah :103)
Mekanisme sistem ekonomi Islam
Mekanisme ekonomi yang ditempuh Sistem Ekonomi Islam dalam rangka mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya, adalah dengan
sejumlah cara, yakni:
Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan (asbabu al-tamalluk) dalam kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardiyah).
Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan kepemilikan (tanmiyatu al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
Allah SWT berfirman:
“ Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfakkannya di
jalan Allah, maka berilah mereka kabar gembira dengan siksaan yang pedih ”
(QS At-Taubah 34)
Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan
5) Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar. Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk- produk yang merupakan jenis kepemilikan individu (private property). Sebab dengan adanya monopoli, maka seseorang dapat menetapkan harga jual produk sekehendaknya, sehingga dapat merugikan kebanyakan orang.
6) Larangan kegiatan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa. Judi dan riba menyebabkan uang hanya akan bertemu dengan uang (bukan dengan barang dan jasa), dan beredar diantara orang kaya saja. Karena Islam melarang serta mengharamkan aktivitas tersebut
7) Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma) hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Ekonomi Islam dan Tantangan Kapitalisme
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lain adalah:
Asumsi dasar dalam interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan dalam sistem ekonomi Islam asumsi dasarnya adalah syari'ah Islam, diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan maupun penguasa/pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan jasmaniah maupun rohaniah. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.
Berbicara tentang sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa dilepaskan dari perbedaan pendapat mengenai halal-haramnya bunga yang oleh sebagian ulama dianggap sebagai riba yang diharamkan oleh al-Qur'an.
Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik sebagai alat penukar, alat penyimpan kekayaan dan pendukung peralihan dari sistem barter ke sistem perekonomian uang, oleh para penulis Islam telah diakui, tetapi riba mereka sepakati sebagai konsep yang harus dihindari dalam perekonomian.
Sistem bunga dalam perbankan (rente stelsel) mulai diyakini oleh sebagian ahli sebagai faktor yang mengakibatkan semakin buruknya situasi perekonomian dan sistem bunga sebagai faktor penggerak investasi dan tabungan dalam perekonomian Indonesia, sudah teruji bukan satu-satunya cara terbaik mengatasi lemahnya ekonomi rakyat.
Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya, dan tidak ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko sama sekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan ummat Islam wajib meninggalkannya (Qs.al-Baqarah:278), akan tetapi Islam menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (Qs.83:1-6).
Sumber : www.google.com
Latar Belakang
Sistem ekonomi Islam merupakan sistem ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). Karena kerjasama meupakan tema umum dalam organisasi sosial Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridha Allah SWT. Jadi Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar memperhatikan bahwa perbuatan baik ('amal sâlih) bagi masyarakat merupakan ibadah kepada Allah dan menghimbau mereka untuk berbuat sebaik-baiknya demi kebaikan orang lain.
Ajaran ini bisa ditemukan di semua bagian Al-Qur'an dan ditunjukkan secara nyata dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW sendiri. Prinsip persaudaraan (ukhuwwah) sering sekali ditekankan dalam Al-Qur'an maupun Sunnah, sehingga karena itu banyak sahabat menganggap harta pribadi mereka sebagai hak milik bersama dengan saudara-saudara mereka dalam Islam. Kesadaran dan rasa belas kasihan kepada sanak keluarga dalam keluarga besar juga merupakan contoh orientasi sosial Islam yang lain, karena berbuat baik (ber'amal salih) kepada sanak keluarga semacam itu tidak hanya dihimbau tetapi juga diwajibkan dan diatur oleh hukum (Islam). Kerukunan hidup dengan tetangga sangat sering ditekankan baik dalam Al-Qur'an maupun Sunnah; di sini kita juga melihat penampilan kepedulian sosial lain yang ditanamkan oleh Islam. Dan akhirnya, kesadaran, kepedulian dan kesiapan untuk melayani dan berkorban di saat diperlukan demi kebaikan masyarakat keseluruhan amat sangat ditekankan.
Ajaran-ajaran Islam pada umumnya dan terutama ayat-ayat Al-Qur'an berulang-ulang menekankan nilai kerjasama dan kerja kolektif. Kerjasama dengan tujuan beramal saleh merupakan perintah Allah yang dinyatakan dalam Al-Qur'an. Baik dalam masalah-masalah spiritual, urusan-urusan ekonomik atau kegiatan sosial, Nabi SAW menekankan kerjasama diantara umat Muslim sebagai landasan masyarakat Islam dan merupakan inti penampilannya
Dasar-dasar sistem ekonomi Islam yaitu :
1) Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan di akhirat,tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
2) Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3) Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlentar.
4) Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga dicapai pembagian rizki.
5) Pada batas tertentu, hak milik relatif tersebut dikenakan zakat.
6) Perniagaan diperkenankan, akan tetapi riba dilarang.
7) Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja
Konsep sistem ekonomi Islam
Islam mengambil suatu kaidah terbaik antara kedua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara keduanya (kebendaan dan rohaniah). Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani / etika yang diperlukan manusia. Sumber pedoman ekonomi Islam adalah al-Qur'an dan sunnah Rasul, yaitu dalam:
- Qs.al-Ahzab:72 (Manusia sebagai makhluk pengemban amanat Allah).
- Qs.Hud:61 (Untuk memakmurkan kehidupan di bumi).
- Qs.al-Baqarah:30 (Tentang kedudukan terhormat sebagai khalifah Allah di bumi).
Hal-hal yang tidak secara jelas diatur dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut diperoleh ketentuannya dengan jalan ijtihad.
Landasan nilai yang menjadi tumpuan tegaknya sistem ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
Nilai dasar sistem ekonomi Islam:
1) Hakikat pemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan.
2) Keseimbangan ragam aspek dalam diri manusia.
3) Keadilan antar sesama manusia.
Nilai instrumental sistem ekonomi Islam:
1) Kewajiban zakat.
2) Larangan riba.
3) Kerjasama ekonomi.
4) Jaminan sosial.
5) Peranan negara.
Nilai filosofis sistem ekonomi Islam:
1) Sistem ekonomi Islam bersifat terikat yakni nilai.
2) Sistem ekonomi Islam bersifat dinamik, dalam arti penelitian dan
pengembangannya berlangsung terus-menerus.
Nilai normatif sistem ekonomi Islam:
1) Landasan aqidah.
2) Landasan akhlaq.
3) Landasan syari'ah.
4) Al-Qur'anul Karim.
5) Ijtihad (Ra'yu), meliputi qiyas, masalah mursalah, istihsan, istishab, dan urf.
Politik Ekonomi islam
Politik ekonomi merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan berbagai kebijakan (peraturan dan perundangan) untuk mengatur dan menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi. Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang diambil khilafah Islamiyyah yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan.
Islam memperhatikan pemenuhan kebutuhan setiap anggota masyarakat dengan fokus perhatian bahwa manusia diperhatikan sebagai individu (pribadi), bukan sekedar sebagai suatu komunitas yang hidup dalam sebuah negara. Hal ini berarti Islam lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan secara individual dan bukan secara kolektif. Atau dengan kata lain bagaimana agar setiap individu masyarakat dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan mereka sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier
Strategi Politik Ekonomi islam
Sistem ekonomi Islam telah menetapkan suatu strategi politik yang harus dilaksanakan agar pemenuhan tersebut dapat berjalan dengan baik. Secara garis besar strategi pemenuhan kebutuhan pokok dibedakan antara pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang dengan kebutuhan pokok berupa jasa. Pengelompokkan ini dilakukan karena terdapat perbedaan antara pelaksanaan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok antara kebutuhan yang berbentuk barang dengan yang berbentuk jasa.
Untuk pemenuhan kebutuhan pokok yang berupa barang Islam memberikan jaminan dengan mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan tersebut. Sedangkan berkaitan dengan kebutuhan jasa pokok dipenuhi dengan mekanisme langsung, yakni negara secara langsung memenuhi kebutuhan jasa pokok tersebut, antara lain :
1). Pemenuhan Kebutuhan Pokok Berupa Barang (Pangan, Sandang dan Papan)
Hukum Islam telah menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan
pokok (primer) warga negara secara menyeluruh, seperti sandang, pangan dan
papan. Caranya dengan mewajibkan bekerja kepada setiap laki-laki yang
mampu bekerja, sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya
sendiri, berikut kebutuhan orang-orang yang nafkahnya menjadi
tanggungannya. Kalau orang tersebut sudah tidak mampu bekerja,
maka Islam mewajibkan kepada anak-anaknya serta ahli warisnya untuk
memenuhi kebutuhan primernya. Bahkan Islam juga mewajibkan kepada
tetangganya yang muslim untuk memenuhi kebutuhan pokok tetangganya. Jika
orang-orang yang wajib menanggung nafkahnya tidak ada atau tidak mampu,
baru negaralah melalui baitul mal yang wajib memenuhinya.
ALLAH berfirman :
“…Maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah
sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah :10)
2) Negara menyediakan lapangan pekerjaan agar setiap orang yang mampu
bekerja dapat memperoleh pekerjaan
Jika orang-orang yang wajib bekerja telah berupaya mencari pekerjaan, namun ia tidak memperoleh pekerjaan sementara ia mampu bekerja dan telah berusaha mencari pekerjaan tersebut, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan berbagai fasilitas agar orang yang bersangkutan dapat bekerja untuk mencari nafkah penghidupan. Sebab, hal tersebut memang menjadi tanggung jawab negara.
Rasullah saw bersabda :
“ Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan
diminta
pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3) Memerintahkan kepada setiap ahli waris atau kerabat terdekat untuk bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok orang-orang tertentu, jika kepala keluarganya sendiri tidak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya
Jika negara telah menyediakan lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas pekerjaan, namun seorang individu tetap tidak mampu bekerja sehingga dan tidak mampu mencukupi nafkah anggota keluarga yang menjadi tanggungjawabnya, maka kewajiban nafkah itu dibebankan kepada para kerabat dan ahli warisnya.
Sebagaimana firman Allah SWT :
“ Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli warispun berkewajiban demikian…”(QS. Al-Baqarah :233)
5) Negara secara langsung memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan dari
Seluruh warga negara yang tidak mampu dan membutuhkan.
Menurut Islam negara (baitul mal) berfungsi menjadi penyantun orang-orang
lemah dan butuh, sedangkan pemerintah adalah pemelihara dan pengatur
urusan rakyatnya. Dalam hal ini negara akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyat yang menjadi tanggungannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok individu masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya secara sempurna –baik karena mereka telah berusaha namun tidak cukup (fakir dan miskin) ataupun terhadap orang-orang yang lemah dan cacat yang tidak mampu untuk bekerja--maka negara harus menempuh berbagai cara
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Negara dapat saja memberikan nafkah baitul mal tersebut berasal dari harta zakat yang merupakan kewajiban Syar’iy, dan diambil oleh negara dari orang-orang kaya.
sebagaimana firman Allah SWT :
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka…” (QS. At-Taubah :103)
Mekanisme sistem ekonomi Islam
Mekanisme ekonomi yang ditempuh Sistem Ekonomi Islam dalam rangka mewujudkan distribusi kekayaan diantara manusia yang seadil-adilnya, adalah dengan
sejumlah cara, yakni:
Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya sebab-sebab kepemilikan (asbabu al-tamalluk) dalam kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardiyah).
Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya pengembangan kepemilikan (tanmiyatu al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya. Harta yang ditimbun tidak akan berfungsi ekonomi. Pada gilirannya akan menghambat distribusi karena tidak terjadi perputaran harta.
Allah SWT berfirman:
“ Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfakkannya di
jalan Allah, maka berilah mereka kabar gembira dengan siksaan yang pedih ”
(QS At-Taubah 34)
Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan
5) Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat mendistorsi pasar. Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk- produk yang merupakan jenis kepemilikan individu (private property). Sebab dengan adanya monopoli, maka seseorang dapat menetapkan harga jual produk sekehendaknya, sehingga dapat merugikan kebanyakan orang.
6) Larangan kegiatan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah kepada penguasa. Judi dan riba menyebabkan uang hanya akan bertemu dengan uang (bukan dengan barang dan jasa), dan beredar diantara orang kaya saja. Karena Islam melarang serta mengharamkan aktivitas tersebut
7) Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma) hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak, listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Ekonomi Islam dan Tantangan Kapitalisme
Perbedaan antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lain adalah:
Asumsi dasar dalam interaksi kegiatan ekonomi yang diberlakukan dalam sistem ekonomi Islam asumsi dasarnya adalah syari'ah Islam, diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap individu, keluarga, kelompok masyarakat, usahawan maupun penguasa/pemerintah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan jasmaniah maupun rohaniah. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.
Berbicara tentang sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak bisa dilepaskan dari perbedaan pendapat mengenai halal-haramnya bunga yang oleh sebagian ulama dianggap sebagai riba yang diharamkan oleh al-Qur'an.
Manfaat uang dalam berbagai fungsi baik sebagai alat penukar, alat penyimpan kekayaan dan pendukung peralihan dari sistem barter ke sistem perekonomian uang, oleh para penulis Islam telah diakui, tetapi riba mereka sepakati sebagai konsep yang harus dihindari dalam perekonomian.
Sistem bunga dalam perbankan (rente stelsel) mulai diyakini oleh sebagian ahli sebagai faktor yang mengakibatkan semakin buruknya situasi perekonomian dan sistem bunga sebagai faktor penggerak investasi dan tabungan dalam perekonomian Indonesia, sudah teruji bukan satu-satunya cara terbaik mengatasi lemahnya ekonomi rakyat.
Larangan riba dalam Islam bertujuan membina suatu bangunan ekonomi yang menetapkan bahwa modal itu tidak dapat bekerja dengan sendirinya, dan tidak ada keuntungan bagi modal tanpa kerja dan tanpa penempatan diri pada resiko sama sekali. Karena itu Islam secara tegas menyatakan perang terhadap riba dan ummat Islam wajib meninggalkannya (Qs.al-Baqarah:278), akan tetapi Islam menghalalkan mencari keuntungan lewat perniagaan (Qs.83:1-6).
Sumber : www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar