Senin, 16 Mei 2011

Politik Tidak Lepas dari Korupsi

Rochmanuddin

14/05/2011 15:08
Liputan6.com, Jakarta: Dalam percaturan politik tidak terlepas dari tindak kejahatan korupsi. Demikian dikatakan pengamat politik Yunarto Wijaya terkait dugaan suap proyek pembangunan wisma atlit Sea Games di Palembang, Sumatera Selatan, Dalam diskusi "Ketika Proyek Sea Games Diproyekkan" di Warung Daun di Jakarta, Sabtu (14/5).

"Inti dari dugaan kasus suap itu adalah sederhana. Kalau bicara politik, maka sulit terlepas dari korupsi. Dalam dugaan penyelewengan ini, saya analogikan kasus itu seperti orang yang kentut. Dari dulu hingga sekarang pastilah pelakunya enggan mengaku," kata Yunarto.

Dalam kasus itu, menurut Yunarto, ada pihak yang dimenangkan tendernya dan tertangkap basah menyuap pihak lain yang memiliki otoritas dalam soal anggaran proyek wisma atlet itu.

Sementara itu, anggota Komisi X dari Fraksi Partai Demokrat Jeffry Riwu Kore bersikeras membantah keterlibatan anggota Partai Demokrat dalam kasus suap tersebut. Menurutnya, proses pengajuan anggaran Sea Games 2011 sudah sesuai mekanisme yang berlaku, sehingga kecil kemungkinan anggotanya terlibat.(ADI/SHA)



Mengomentari kasus diatas dari sudut pandanag saya, rasanya para pejabat di negeri ini sudah tidak memikirkan nasib orang-orang kecil. Sudah tidak ada lagi yang pro terhadap rakyat, kalau ada, itu pun hanya minorotas dari pejabat-pejabat yang ada. Sungguh sangat disayangkan, mereka yang telah diberi kepercayaan oleh rakyat, dengan mudahnya menghempas kepercayaan itu dengan begitu saja. Kasus korupsi setiap hari mondar mandir di layar kaca membuat para penontontnya “ tepok jidat “, dalam hati berkata ya Tuhan tidak ada hentinya korupsi di negeri ini….
Seperti mati satu, tumbuh seribu. Para pelaku korupsi yang sudah tertangkap pun tidak mendapatkan hukuman yang sepantasnya. Masih saja hokum di negeri ini dipermainkan, sudah jelas mereka ( koruptor ) melakukan pelanggaran hokum yang berat dengan mengambil hak masyarakat, menyengsarkan hidup rakyat kecil, tetap saja mereka diistimewakan dan hal itu tidak akan membuat jera para koruptor yang ada di negri ini.

Sudah seharusnya, para penegak hokum berlaku seadil-adilnya terhadap siapa pun yang melanggar hokum,khususnya para koruptor yang menyengsarakan banyak rakyat, agar tidak ada lagi korupsi-korupsi di negeri ini, agar tidak lagi beranak pinak kasus-kasus korupsi di negeri ini. Tidak hanya para penegak hokum yang harus berperan aktif dalam memberantas koruptor-koruptor yang membandel, tetapi juga pemerintah dan masyarakat. Di mulai dengan kita melaporkan setiap ada kegiatan yang mecurigakan dilingkungan sekitar kita kepada yang berwajib, kita sebagai masyarakat sudah turut serta dalam kegiatan pemberantasan korupsi.

Dari hati nurani saya sebagai masyarakat biasa, sangat amat berharap korupsi di negeri ini diberantas, sampai sang koruptor jera, dan tidak akan ada lagi bibit-bibit koruptor baru yang tumbuh. Tidak kah mereka ( yang berkuasa ) melihat disekitarnya, masih banyak sekali rakyat-rakyat kecil yang amat susah mencari sesuap nasi.

BAB 12 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

D. Pendahuluan.
Salah satu sarana hukum untuk penyelesaian utang piutang sebelum tahun1998 kepailitan diatur didalam Faillissement Verordening Stb. Undang-undang tentang kepailitan dan penundaan kewajiban didasarkan pada asas-asas, antara lain :
1. Asas Keseimbangan.
Asas keseimbangan adalah di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur.
2. Asas Kelangsungan Usaha.
Asas kelangsungan usaha adalah terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan.
Asas keadilan adalah untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tiap-tiap tagihan terhadap debitor dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi.
Asas integrasi adalah sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
UU kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan perlindungan bagi kepentingan para kreditor umum atau konkuren yang pelunasannya didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 1131 Yo Pasal 1132 KUH Perdata, terdapat kelemahan dalam perluasan utang piutang.
E. Pengertian Pailit.
Menurut Black’s Law Distionary, pailit atau bangkrut adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung mengelabui pihak kreditornya.
Menurut Pasal 1 butir 1, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU ini.

F. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan.
Beberapa syarat-syarat yang dapat mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan Pasal 2, antara lain :
6. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas, satu utang jatuh tempo dan dapat ditagih oleh pengadilan.
7. Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum atau kepentingan bangsa dan negara.
8. Debitor adalah bank maka permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia.
9. Debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpan dan penyelesaian, permohonan hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal ( BPPM ).
10. Debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang bergerak di bidang kepentingan publik maka permohonan pernyataan pailit sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan.
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan atau diucapkan setiap kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, BPPM atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :
3. meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor.
4. menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan pembubaran kepada kreditor, pengalihan atau pengguanaan kekayaan debitor dalam kepailitan merupakan kewenangan kurator.

G. Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya.
Dalam Pasal 21 Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putuan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Demi hukum, debitor telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.
Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator, dalam hal tuntutan yang diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitor pailit, maka apabila tuntutan mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitor pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit.
Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor.

H. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengurusan Harta Pailit.
Dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit yang terlibat tidak hanya kurator, tetapi masih terdapat pihak-pihak lain yang terlibat adalah :
1. Hakim Pengawas, yang bertugas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.
2. Kurator, yang bertugas melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit.
3. Panitia kreditor, dalam putusan pailit atau dengan penetapan, kemudian pengadilan dapat membentuk panitia kreditor, terdiri atas tiga orang yang dipilih dari kreditor yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.
I. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam Pasal 222, penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari satu kreditor. Penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan kepada debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan :
3. persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
4. persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor tentamg hak suara kreditor yang piutangnya dijamin, dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diakhiri atas permintaan hakim
pengawas, satu atau lebih kreditor atau atas prakarsa pengadilan, dalam hal :
g. debitor selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya.
h. Debitor telah merugi atau telah mencoba merugikan kreditornya.
i. Debitor melakukan pelanggaran dalam Pasal 240.
j. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan.
k. Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang.
l. Keadaan debitor tdak dapat diharapkan untuk memenhi kewajiban terhadap kreditor pada waktunya,

G. Pencocokan ( Verifikasi ) Piutang.
Pencocokan piutang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilh nantinya ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masingmasing kreditor.
Dalam hal ini, hakim pengawas dapat menetapkan :
d. Batas akhir pengajuan tagihan.
e. Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.
f. Hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang.

H. Perdamaian ( Accord ).
Debitor pailit berhak untuk menawarkan rencana perdamaian ( accord ) kepada para krediturnya. Apabila debitor pailit mengajukan rencana perdamaian, batas waktunya paling lambat delapan hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang berkepentingan.
Apabila rencana perdamaian telah diajukan kepada panitera, hakim pengawas harus menetukan :
a. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus.
b. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh hakim pengawas.
Pengadilan berkewajiban menolak pengesahan perdamaian apabila :
d. Harta debitor termasuk benda untuk dilaksanakan untuk menahan suatu benda jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian.
e. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
f. Perdamaian itu dicapai karena penipuan atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.

I. Permohonan Peninjauan Kembali.
Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuasaan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, permohonan peninjauan kembai dapat diajukan apabila :
c. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan.
d. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.

BAB 11 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

A. Pendahuluan.
Salah satu sarana hukum untuk penyelesaian utang piutang sebelum tahun1998 kepailitan diatur didalam Faillissement Verordening Stb. Undang-undang tentang kepailitan dan penundaan kewajiban didasarkan pada asas-asas, antara lain :
1. Asas Keseimbangan.
Asas keseimbangan adalah di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur.
2. Asas Kelangsungan Usaha.
Asas kelangsungan usaha adalah terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan.
Asas keadilan adalah untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tiap-tiap tagihan terhadap debitor dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi.
Asas integrasi adalah sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
UU kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan perlindungan bagi kepentingan para kreditor umum atau konkuren yang pelunasannya didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 1131 Yo Pasal 1132 KUH Perdata, terdapat kelemahan dalam perluasan utang piutang.



B. Pengertian Pailit.
Menurut Black’s Law Distionary, pailit atau bangkrut adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung mengelabui pihak kreditornya.
Menurut Pasal 1 butir 1, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU ini.

C. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan.
Beberapa syarat-syarat yang dapat mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan Pasal 2, antara lain :
1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas, satu utang jatuh tempo dan dapat ditagih oleh pengadilan.
2. Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum atau kepentingan bangsa dan negara.
3. Debitor adalah bank maka permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia.
4. Debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpan dan penyelesaian, permohonan hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal ( BPPM ).
5. Debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang bergerak di bidang kepentingan publik maka permohonan pernyataan pailit sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan.
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan atau diucapkan setiap kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, BPPM atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :
1. meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor.
2. menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan pembubaran kepada kreditor, pengalihan atau pengguanaan kekayaan debitor dalam kepailitan merupakan kewenangan kurator.

D. Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya.
Dalam Pasal 21 Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putuan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Demi hukum, debitor telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.
Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator, dalam hal tuntutan yang diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitor pailit, maka apabila tuntutan mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitor pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit.
Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor.

E. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengurusan Harta Pailit.
Dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit yang terlibat tidak hanya kurator, tetapi masih terdapat pihak-pihak lain yang terlibat adalah :
1. Hakim Pengawas, yang bertugas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.
2. Kurator, yang bertugas melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit.
3. Panitia kreditor, dalam putusan pailit atau dengan penetapan, kemudian pengadilan dapat membentuk panitia kreditor, terdiri atas tiga orang yang dipilih dari kreditor yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.
F. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam Pasal 222, penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari satu kreditor. Penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan kepada debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan :
1. persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
2. persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor tentamg hak suara kreditor yang piutangnya dijamin, dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diakhiri atas permintaan hakim
pengawas, satu atau lebih kreditor atau atas prakarsa pengadilan, dalam hal :
a. debitor selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya.
b. Debitor telah merugi atau telah mencoba merugikan kreditornya.
c. Debitor melakukan pelanggaran dalam Pasal 240.
d. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan.
e. Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang.
f. Keadaan debitor tdak dapat diharapkan untuk memenhi kewajiban terhadap kreditor pada waktunya,

G. Pencocokan ( Verifikasi ) Piutang.
Pencocokan piutang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilh nantinya ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masingmasing kreditor.
Dalam hal ini, hakim pengawas dapat menetapkan :
a. Batas akhir pengajuan tagihan.
b. Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.
c. Hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang.

H. Perdamaian ( Accord ).
Debitor pailit berhak untuk menawarkan rencana perdamaian ( accord ) kepada para krediturnya. Apabila debitor pailit mengajukan rencana perdamaian, batas waktunya paling lambat delapan hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang berkepentingan.
Apabila rencana perdamaian telah diajukan kepada panitera, hakim pengawas harus menetukan :
a. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus.
b. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh hakim pengawas.
Pengadilan berkewajiban menolak pengesahan perdamaian apabila :
a. Harta debitor termasuk benda untuk dilaksanakan untuk menahan suatu benda jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian.
b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
c. Perdamaian itu dicapai karena penipuan atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.

I. Permohonan Peninjauan Kembali.
Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuasaan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, permohonan peninjauan kembai dapat diajukan apabila :
a. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan.
b. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.

BAB 10 ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Pengertian
Pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana,
” Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkuren orang lain itu. ”
Menurut Pasal 382 bis KUH Pidana, seseorang dapat dikenakan sanksi atas tindakan ” persaingan curang ” harus memenuhi beberapa kriteria, sebagai berikut :
1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang.
2. Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka memperluas hasil dagangan atau perusahaan.
3. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan curang tersebut.
4. Perbuatan pidana persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu.
5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah menimbulkan kerugian bagi konkurennya.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, monopoli adalah suatu bentuk penguasaan barang atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau kelompok pelaku usaha.
Dalam Black Law Dictionary dikatakan, monopoly as prohibited by section 2 of The Sherman Antitrust Act, has two elements : 1) Possession of monopoly power in relevant market, 2) Willful acquisition or maintenance of that power.
Pada Pasal 4 Ayat 2 secara tegas pelaku usaha patut atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi atau pemasaran barang atau jasa, dengan demikian praktik monopoli harus dibuktikan adanya unsure yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum.

B. Asas dan Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Dengan demikian, tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat.
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

C. Kegiatan yang Dilarang.
Kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam praktis bisnis adalah :
1. Monopoli.
Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu ( di pasar local atau nasional ) minimal sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan.
Beberapa kriteria monopoli berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 :
a. Pelaku usa dilarang melakukan penguasaan atas produksi atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi atau pemasaran barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Ayat ( 1 ), jika :
• Barang atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya,
• Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan atau jasa yang sama,
• Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu.
2. Monopsoni.
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli, oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
Monopsoni menurut Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan paskan atau menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasota atau menjadi pembeli tunggal seperti yang dimaksud dalam Ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Penguasaan Pasar.
Pengusaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar.
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun dengan pelaku usaha lain yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, antara lain :
a. Menolak atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan,
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha persaingan untuk tidak melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaingnya atau jasa pada pasar bersangkutan,
c. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persekongkolan.
Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan ( kecurangan ). Beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 :
a. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur atau menentukan pemenang tender,
b. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan,
c. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi atau pemasaran barang atau jasa pelaku usaha pesaingnya.
5. Posisi Dominan.
Posisi dominan artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan.
Dalam Pasal 25 dinyatakan bahwa pelaku usaha dapat dikategorikan menggunakan posisi dominan apabila memenuhi kriteria, sebagai berikut :
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah atau menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing,
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi atau menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
6. Jabatan Rangkap.
Menurut Pasal 26 UU Nomor 5 Tahun 1999, seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada prusahaan lain di waktu yang bersamaan, apabila perusahaan tersebut :
a. Bearada dalam pasar bersangkutan yang sama,
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang atau jenis usaha,
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang atau jasa tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan Saham.
Berdasarkan Pasal 27 UU Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang, pasar atau mendirikan perusahaan yang sama apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan, antara lain :
a. Satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa satu jenis barang atau jasa tertentu,
b. Beberapa pelaku usaha, kelompok usaha, kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar atau satu jenis barang atau jasa tertentu.

8. Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.
Dalam menjalankan perusahaan tindakan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan yang akan mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat dan secara tegas dilarang. Penggabungan dapat dilakukan hanya yang bersifat vertikal sesuai dengan Pasal 14 UU Nomor 5 Tahun 1999.

D. Perjanjian yang Dilarang.
Dalam bisnis telah ditentukan pelarangan para pelaku usaha, antara lain :
1. Oligopoli.
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
2. Penetapan Harga.
Dalam rangka penetralisasi, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen dalam pasar bersangkutan yang sama.
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar pembeli yang lain untuk barang atau jasa yang sama.
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar.
d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang atau jasa tidak menjual kembali barang atau jasa yang diterimanya dengan harga yang lebih rendah dari yang telah dijanjikan.



3. Pembagian Wilayah.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang atau jasa.
4. Pemboikotan.
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5. Kartel.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang atau jasa.
6. Trust.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau peseroan yang lebih besar.
7. Oligopsoni.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang atau jasa dalam pasar bersangkutan.
8. Integrasi Vertikal.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu.
9. Perjanjian Tertutup.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang atau jasa lain dari pelaku.

10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

E. Hal-Hal yang Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli.
Hal-hal yang dikecualikan dari UU anti monopoli, antara lain :
1. Perjanjian yang dikecualikan.
2. Perbuatan yang dikecualikan.
3. Perbuatan dan perjanjian yang diperkecualikan.

F. Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Komisi pengawas persaingan usaha adalah sebuah lembaga yang berfungsi untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Oleh karena itu dibentuklah Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ) yang bertugas untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan segala kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.

G. Sanksi.
Adapun dua kategori sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran bagi pelaku usaha yang melanggar UU, antara lain :
1. Sanksi Administrasi.
Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan, pelebuaran dan pengambilalihan badan usaha.

2. Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan.
Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua puluh lima miliar rupiah.

BAB 9 PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pengertian.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang yang tersedia dalam masyarakat, baik dalam kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dalam perpustakaan Ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya.
Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Yang termasuk dalam pelaku usaha adalah perusahaan koperasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.

B. Asas dan Tujuan.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni :
1. Asas Manfaat, segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2. Asas Keadilan, memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dab melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan, memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan Pemerintah dalam arti materiil maupun spritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum, yakni baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Adapun tujuan perlindungan konsumen meliputi :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri..
2. Mengangkat harkat dan martabat knsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

C. Hak dan Kewajiban Konsumen.
Beradasarkan Pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, hak konsumen antara lain :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa prlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya dan status sosial lainnya.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban konsumen antara lain :
a. Membaca, mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
b. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha.
Berdasarkan Pasal 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :
1. Hak Pelaku Usaha.
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban Pelaku Usaha.
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Melakukan informasi yang benar, jelas dan jujr mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan, pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

E. Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha.
Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah :
1. Larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa, misalnya :
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan atau jasa tersebut.
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau pengguanaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan atau jasa tersebut.
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut.
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu pengguanaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan ”halal” yang dicantumkan dalam label.
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran, berat atau isi bersih atau neto, komposisi, atauran pakai, tanggal pembuatan; akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk pengguanaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
j. Tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk pengguanaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas larangan tersebut diatas, dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Dengan demikin, pelaku usaha dilarang memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2. Larangan dalam menawarkan atau mempromosikan atau mengiklankan.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar dan atau seolah-olah,
a. barang tersebut telah memenuhi dan atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu.
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan atau baru.
c. Barang dan atau jasa tersebut telah mendapat dan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu.
d. Barang dan atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.
e. Barang dan atau jasa tersebut tersedia.
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi.
g. Barang tersebut merupakan dari kelengkapan dari barang tertentu.
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu.
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan, misalnya :
a. Harga atau tarif suatu barang atau jasa.
b. Kegunaan suatu barang atau jasa.
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa.
d. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
e. Bahaya pengguanaan barang atau jasa.
Dalam menawarkan barang atau jasa, pelaku usaha dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat merugikan konsumen.
Pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui pesanan dilarang, misalnya :
a. Tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan.
b. Tidak menepati janji atau suatu pelayanan atau prestasi.
3. Larangan dalam penjualan secara obral atau lelang.
Dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, pelaku usaha dilarang mengelabui atau menyesatkan konsumen, antara lain :
a. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu.
b. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi.
c. Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
d. Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertntu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang lain.
e. Tidak menyediakan jasa dalam kapaitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain.
f. Menaikkan harga atau tarif barang atau jasa sebelum melakukan obral.
4. Larangan dalam periklanan.
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya :
a. Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
b. Mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang atau jasa.
c. Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
d. Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.
e. Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
f. Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

F. Klausula Baku dalam Perjanjian.
Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa dilarang untuk membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen atau perjanjian, antara lain :
1. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen.
3. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli konsumen.
4. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
6. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa.
7. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
8. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran.
Pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang dibuatnya yang bertentangan dengan undang-undang.

G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha.
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari ” produk yang cacat ” atau pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 diatur Pasal 19 sampai dengan Pasal 28. Dalam Pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Dalam Pasal 20 dan Pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. Pada Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19.
Jika pelaku usaha menolak atau tidak memberi tanggapan atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen maka menurut Pasal 23 dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan.. Sedangkan menurut Pasal 27 hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan.
2. cacat barang timbul pada kemudian hari.
3. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang.
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen.
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.

H. Sanksi.
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif dan sanksi pidana pokok serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya keruian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran atau pencabutan izin usaha.

BAB 8 PASAR MODAL

8.1 Pengertian
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek atau perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya atau lembaga profesi yang berkaitan denga efek untuk melakukan trransaksi jual beli. Adapun tujuan dari pasar modal adalah mempercepat proses ikut sertanya masyarakat dalam pemilikan saham menuju pemerataan pendapatan masyarakat serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana dan penggunaannya secara produktif untuk pembiyaan pembangunan nasional, sedangkan efek adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda buktu uang, bukti right ( right issue), waran.
8.2 Dasar Hukum
1. Undang-Undangan Nomor 8 Tahun 1995, tentang pasar modal.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995, tentang Penyelenggaraan kegiatan dibidang pasar modal.
3. Peraturan pemerintah nomor 46 Tahun 1995, tentang Tata Cara Pemeriksaan dibidang Pasar Modal.
4. Surat keputusan menteri keuangan nomor 645/KMK.010/1995, tentang Pencabutan Keputusan Mentri Keuangan Nomor 1548 Tahun 1990 tentang Pasar Modal.
5. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 646/KMK.010/1995, tentang Pemilikan Saham atau Unit Penyertaan Reksadana oleh Pemodal Asing.
6. Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 647/KMK.010/1995, tentang Pembatasan Pemilikan Saham Perusahaan Efek oleh Pemodal Asing.
7. Keputusan presiden nomor 117/1999 tentang perubahan atas Kepres Nomor 97/1993 tentang Tata cara Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan keputusan Presiden Nomor 115/1998.
8. Keputusan Presiden Nomor 120/1999 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 33/1981 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 113/1998.
9. Keputusan Presiden Nomor 121/1999 tentang perubahan atas keputusan Presiden Nomor 183/1998 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang telah diubah dengan keputusan Presiden nomor 37/1999.
10. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka Penanaman Modal dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing.
8.3 Produk-Produk yang terdapat dalam Pasar Modal
1. Saham
2. Obligasi
3. Reksadana

8.4 Para Pelaku dalam Pasar Modal
1. Pelaku
2. Emiten
3. Komodoti
4. Lembaga penunjang
5. Investasi
Dengan demikian, investasi di pasar modal dapat melalui dua cara, yakni pembelian efek di pasar perdana dan jual/beli efek di pasar sekunder.
1. Pembelian efek di pasar perdana
Yakni pasar dalam msa penawaran efek dari perusahaan penjual efek ( emiten ) kepada masyaraka untuk pertama kali.
2. Jual/beli efek di pasar sekunder
Yakni dimana harga efek di pasar sekunder ditentukan oleh
a. Kondisi perusahaan emiten
b. Kekuatan permitaan dan penawaran efek di bursa
8.5 Instasi yang terkait dalam Pasar Modal
Instasi yang terkait dalam pasar modal, antara lain badan pengawas pasar modal (BPPM), bursa efek (BE), lembaga kliring dan penjaminan (LKP), dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian (LPP).
8.6 Reksadana
Reksadana diatur Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK 013/98 adalah emiten yang kegiatan utamanya investasi, sedangkan dalam pasal 1 angka 27 UU Nomor 8 Tahun 1995. Reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
8.7 Lembaga Penunjang dalam Pasar Modal
Lembaga penunjang dalam pasar modal merupakan pendukung/penunjang beroperasinya suatu pasar modal. Sementara itu, dalam menjalankan fungsinya lembaga penunjang, terdiri dari penjamin emisi, penanggung, wali amanat, perantara perdagangan efek, pedagang efek, perusahaan surat berharga, perusahaan pengelola dana biro administrasi efek.
8.8 Profesi Penunjang dalam Pasar Modal
Profesi penunjang dalam pasar modal, antara lain :
a. Notaris
b. Konsultan hukum
c. Akuntan publik
d. Perusahaan penilai
8.9 Larangan dalam Pasar Modal
Larangan daalm pasar modal, antara lain :
1. Penipuan dan manipulasi dalam kegiatan perdagangan efek
2. Perdagangan orang dalam ( insider trading )
3. Larangan bagi orang dalam
4. Larangan bagi pihak yang dipersamakan dengan orang dalam
5. Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam
8.10 Sanksi terhadap Larangan
Sanksi terhadap larangan dari sanksi administrasi dan sanksi pidana.
1. Sanksi administrasi, seperti
a. Peringatan tertulis
b. Denda
c. Pembatasan kegatan usaha
d. Pembekuan kegiatan usaha
e. Pencabutan izin usaha
f. Pembatalan perjanjian
g. Pembataalan pendaftaran
2. Sanksi pidana
a. Dikenakan terhadap pihak yang melakukan pelanggaran pidana di bidang pasar modal
b. Bentuk sanksi, terdiri dari
1) Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda setinggi-tingginy Rp1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah )
2) Penjara paling lama ( 10 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp15.000.000.000,00 ( lima belas miliar rupih).

BAB 7 HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Pengertian
Istilah hak kekayaan intelektual terdiri dari dua kata yakni hak kekayaan dan intelektual. Hak kekayaan adalah kekayaan berupa hak yang mendapat perlindungan hukum, dalam arti orang lain dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya, sedangkan kata intelektual berkenaan dengan kegiatan intelektual berdasarkan kegiatan daya cipta dan daya pikir dalam bentuk ekspresi, ciptaan, dan penemuan dibidang teknologi dan jasa. Sedangkan hak kekayaan adalah hak yang timbul dari kemampuan berfikir atau oleh pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.
Dalam ilmu hukum hak kekayaan intelektual merupakan harta kekayaan khususnyahukum benda (zakenrecht) yang mempunyai objek benda intelektual yaitu benda yang tidak berwujud yang bersifat immaterial maka pemilik hak atas kekayaan intelektual pada prinsipnya dapat berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya.
Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan padaan dari intelectual property right berdasarkan WIPO, dengan demikian intelectual property right (IPR) merupakan perlindungan terhadap hasil karya manusia baik hasil karya yang berupa aktivitas dalam pengetahuan, industri, kesusasteraan, dan seni. Dalam pasal 7 TRIPS ( tread related aspect of intellectual property right) dijabarkan tujuan dari perlindungan dan penegakan HKI untuk mendorong timbulnya inovasi, pengalihan dan penyebaran teknologi dan diperolehnya manfaat bersama antara penghasil dan penggunaan pengetahuan teknologi, menciptakan kesejahteraan sosial dan ekonomi serta keseimbangan antara hak dan kewajiban.
2. Prinsip – Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip – prinsip yang terdapat dalam hak kekayaan intelektual adalah
1. Prinsip Ekonomi
Prinsip Ekonomi yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2. Prinsip Keadilan
Prinsip Keadilan yakni didalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3. Prinsip Kebudayaan
Prinsip Kebudayaan yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa, dan negara
4. Prinsip Sosial
Prinsip Sosial (mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara) artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah memberikan kepada individumeruapakan satu kesatauan, sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

3. Klasifikasi Hak Dan Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu hak cipta (copyright) dan hak kekayaan industri (industrial property right). Hak kekayaan industri adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industri berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenahi Perlindungan Hak Kekayaan Industri tahun 1833 yang telah direvisi dan di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979 meliputi hak paten, merek,varietas tanaman, rahasia dagang, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.

4. Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Pengaturan hukum terhadap kekayaan intelektual di Indonesia dapat ditemukan dalam
1. Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang HakPaten
3. Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Hak Merek
4. Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman
5. Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
6. Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
7. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu

5. Hak Cipta
A. Pengertian Hak Cipta
Dalam pasal 1 ayat 1 Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dinyatakan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penciptaan adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama atas inspirasinya melahirkan ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk khas dan bersifat probadi. Oleh karena itu ciptaan merupakan hasil setiap karya pencita yang menunjukan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau satra.
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic right) dan hak moral (moral right). Hak Ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait, sedangkan Hak Moral adalh hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alsan apa pun walaupun hak cipta atau hak terkait telah dilalihkan.
B. Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis setelah sesuatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang belaku. Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak sehingga hak cipta dapat dilahirkan baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab – sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah penciptaannya meninggal dunia menjadi milik penerima wasiat dan hak cipta tersebut tidak dapat disita kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 11 undang – undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta yang dimaksud dengan pencipta adalah sebagai berikut
1. Jika suatu ciptaan terdiri atas bebrapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua atau lebih yang dianggap sebagai penciptya adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu atau dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu.
2. Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, penciptaannya adalah orang yang merancang ciptaan itu.
3. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak yang untuk dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan kecuali ada perjanjian antyara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
4. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
5. Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebutkan seseorang sebagai penciptaannya badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya kecuali jika terbukti sebaliknya.
6. Jiaka hak cipta atas ciptaan yang penciptaannya tidak diketahui maka
a. Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
b. Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat,dongeng, koreograpi dan hasil karya lainnya.
c. Jika suatu ciptaantidak diketahui penciptaan dan ciptaan itu belum diterbitkan, negara memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan ciptaannya.
d. Jika suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptaannya atau ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran penciptaannya, penerbit memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptaannya.
e. Jiak suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptaannya atau penerbitnya, negara memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptaannya.
C. Cipta Yang Dilindungi
Dalam Undang – undangini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup
a. Buku, program, dan semua hasil karya lainnya
b. Ceramah, kuliah, pidato dan cuptaan lain yang sejenis
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
e. Drama atau drama musikal, tari dan pantomim
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, ukir, gambar dan
seni rupa yang lainnya
Sementara itu, yang tidak ada hak cipta meliputi
a. Hasil rapat terbuka lembaga – lembaga negara
b. Peraturan perundang-undanngan
c. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah
d. Putusan pengadilan atau penetapan haki dan keputusan badan
arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya
D. Masa Berlaku Haki
Dalam pasal 29 samapai dengan pasal 34 hak cipta diatur masa/jangka waktu untuk suatu ciptaan. Dengan demikian jangka waktu tergantung dari jenis ciptaan
1. Hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus menerus berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 50 tahun setelah pencipta yang hiduop terlama meninggal yaitu
a. Buku, pamflet dans emua hasil karya tulis lain
b. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
c. Drama atau drama musikal
d. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, ukir, gambar dan seni
rupa yang lainnya
2. Hak atas ciptaan dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku
selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan antara lain
a. Program komputer
b. Sinematografi
c. Fotografi
d. Database dan karya hasil pengalihan wujud
3. Untuk perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 tahun
sejak pertama kali diterbitkan
4. Untuk ciptaan yang tidak diketahui siapa penciptannya dan peninggalan
sejarah serta prasejarah benda budaya nasional dipegang oleh negara
jangka waktu berlaku tanpa batas waktu.
5. Untuk ciptaan yang belum diterbitkan dipegang oleh negara, ciptaan yang sudah diterbitkan sebagai pemegang hak cipta dan ciptaan sudah diterbitkan tidak diketahui pencipta dan penerbitnya dipegang oleh negara dengan jangka waktu selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut pertamakali diketahui secara umum.
6. Untuk ciptaan yang sudah diterbitkan penerbit sebagai pemegang hak
cipta, jangka waktu berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali
diterbitkan,
E. Pendaftaran Ciptaan
Pendaftaran tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta, sehingga dalam daftar umum pendaftaraan ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari ciptaan yang didaftar. Pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dilakukan atas permohonan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta atau kuasa kepada Direktoral jenderal hak Cipta, Paten, dan hak Merek Departemen Kehakiman & HAM. Dengan Demikian fungsi dari pendaftaran hak cipta hanyalah untuk mempermudah pembuktian jika ada sengketa.
F. Lisensi
Pemegang hak cipta berhak memberika lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan pembuatan hukum selama jangka waktu lisensi dan berlaku untuk seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Oleh karena itu setiap perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jendral Hak Cipta.
G. Penyelesaian Sekenta
Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu, tetapi apabila putusan pengadilan niaga tidak memberikan hasil yang baik maka dapat diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.
H. Pelanggaran Terhadap hak Cipta
Pelanggaran terhadap hak cipta telah diatur dalam pasal 72 dan pasal 73 Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh negara untuk dimusnahkan.

6. Hak Paten
A. Pengertian
Hak paten merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada investor atas hasil investasinya dibidang teknologi yang selama waktu tertentu melaksanakan sendiri investasinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Dengan demikian investasi adalah ide investor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi, dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
B. Lingkup Paten
Paten diberikan untuk investasi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri, investasi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnay dan harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat pertama kali diajukan permohonan, investasi juga dianggap baru jika pada tanggal penerimaan investasi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungklapkan sebelumnya. Paten tidak diberikan untuk imvestasi yang meliputi proses, pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaanya dengan peraturan perundang-undangaan yang berlaku, metode pemeriksaan,perawatan, pengobata terhadap manusia.

C. Jangka Waktu Paten
Paten diberikan untuk jangka waktu selama 20 tahun, terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang, sedangkan untuk paten sederhana diberikan jangka waktu 10 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu tidak dapat diperpanjang. Oleh karena itu, tanggal dimulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dan diumumkan.
D. Permohonan Paten
Paten diberikan atas dasar permohonan, setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi. Dengan demikian permohonan paten diajukan dengan membayar biaya kepada Direktorat Jenderal Hak Paten Departemen Kehakiman & HAM untuk memperoleh sertifikat paten. Paten mulai berlaku pada tanggal sertifikat paten dan berlaku surat sejak tanggal penerimaan, permohonan dapat berubah dari paten menjadi paten sederhana, perubahan ini dilakukan oleh pemohon dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam perundang-undangan.
E. Pengalihan Paten
Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruh maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Sementara itu, setiap segala bentuk pengalihan paten wajib dicatat dan diumumkan di direktorat jenderal pengalihan paten yang tidak sesuai dengan di atas tidak sah dan batal demi hukum. Pengalihan hak tidak menghapus hak investor untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam paten yang bersangkutan.
F. Lisensi Paten
Pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan hukum sebagaimana diperjanjikan, berlangsung untuk jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Perjanjian lisensi harus dicatat dan diumumkan dengan dikenakannya biaya, sementara itu pelaksanan lisensi wajib disertai pembayaran royalti oleh penerima lisensi kepada pemegang saham peten dan besarnya royalti yang harus dibayarkan ditetapkan oleh direktorat jendral.
G. Paten Sederhana
Paten sederhana hanya diberikan untuk investasi, dicatat dan diumumkan di direktorat jendral sebagai bukti hak kepada pemegang saham hak sederhana diberikan sertifikat paten sederhana, selain itu paten sederhana tidak didapat dimintakan lisensi wajib.
H. Penyelesaian Sengketa
Pemegang paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga terhadap siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dengan perundang – undangan, jika dalam keputusan pengadilan niaga tidak memberikan kepastian para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.
I. Pelanggaran Terhadap Hak Paten
Pelanggaran terhadap hak paten merupakan tindakan delik aduan seperti diatur dalam pasal 30 sampai dengan pasal 135 undang-undang nomor 14 tahun 2001 tentang paten yang dapat dikenakan hukum pidana dan perampasan oleh negara untuk dimusnahkan.

7. Hak Merek
A. Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 merek adalah tanda yang berupa gamabar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Sedangkan Hak atas merek merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftran umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain unutk menggunakannya.
B. Jenis – Jenis Merek
1. Merek Dagang
Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang taua bebrapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.
2. Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau bebrapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3. Merek Kolektif
Merek Kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan usaha secara bersama-sama untukm membedakan dengan barang atau hal sejenisnya.
C. Merek yang Tidak dapat Didaftarkan
Merek didasarkan atas permohonan dengan itikad tidak baik maka merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohon pendaftarannya.
D. Merek yang Ditolak
Permohonan merek yang ditolak mempunyai perasaam pada pokok atau keseluruhan dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu,indikasi geografis yang sudah dikenal, menyerupai nama orang terkenal / singkatan nama, simbol dan lain sebagainya.
E. Pendaftaran Merek
Permohonaan merek diajukan kepada Direktorat Jenderal Merek Departemen & HAM dan setiap permohonan yang telah disetujui akan memperoleh sertifikat merek yang terdaftar dalam daftar umum merek.
F. Jangka Waktu
Merek terdaftar mendapat perlindunagn hukum untuk jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka perlindungan dapat diperpanjang dengan waktu yang sama.
G. Peralihan Hak Merek Terdaftar
Hak merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena pewarisan, wasiat, perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Setiap pengalihan hak atas merek wajib dimohonkan pencatatannya di direktort jenderal merek unutk dicatat dalam daftar umum merek.


H. Lisensi
Pemilik merek berhak memberikan lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima lisensi akan menggunakan merek tersebut sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. Perjanjian lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada direktorat jenderal
I. Merek Kolektif
Merek kolektif hanya dapat diterima apabila dalam permohonan dengan jelas dinyatakan bahwa merek tersebut akan digunakan sebagai merek kolektif. Penggunaan merek kolektif harus memenuhi persyaratan diantaranya sifat, ciri umum barang atau jasa yang akan diproduksi dan diperdagangkan selain itu pengaturan bagi pemilik merek kolektif unutk melakukan pengawasan tang efektif atas penggunaan merek tersebut dan merek kolektif terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain.
J. Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek
Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa direktorat jenderal dapat dilakukan dengan ketentuan merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut daalam perdagangan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir kecualiapabila ada alasan yang dapat diterima oleh direktorat jenderal dan merek digunakan unutk jenis barang dan jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang tau jasa yang dimohonkan pendafran termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang terdaftar.
K. Penyelesaian sengketa
Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada keseluruhnya untuk barang tau jasa yang sejenis yang berupa gugatan ganti rugi dan perhentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.
Sanksi
Setiap tindakan pidana terhadap merek merupakan delik aduan yang dikenakan sanksi pidana kurungan penjara dan denda.
8. Perlindungan Varietas Tanaman
A. Pengertian
Dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 Perlindungan khusus yang diberikan Negara, Diwakili oleh pemerintah dan pelaksanannya dilakukan oleh kantor kantor perlindungan varientas tanaman terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemulia tanaman. Varientas tanaman yang selanjutnya disebut varientsa adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk kareteristik genotype yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan.
Hak perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan oleh Negara kepada pemulia dan pemegang hak perlindungan varietas tanaman untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau member persetujuan kepada orang atau badan hukum lain unutk menggunakan selama waktu tertentu.
B. Varietas Tanaman yang Dapat Diberi Perlindungan
Varietas tanaman yang dapat diberi perlindungan adalah dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, setabil, dan diberi nama. Dengan demikian, suatau varietas tanaman dianggap baru apabila pada saat penerimaan pepohonan PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan di Indonesia atau sudah iperdagangkan, tetapi tidak lebih dari satu tahun atau telah diperdagangkan diluar negeri tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim dan enam tahun untuk tanaman tahunan.
Suatu varietas dianggap unik apabila varietas tersebut dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui secara umum pada saat penerimaan permohonan hak PVT, sedangkan suatu varietas sianggap seragam apabila sifat-sifat utama atau penting pada varietas tersebut terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam dan lingkungan yang berbeda-beda. Untuk suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang atau untuk diperbanyak melalui siklus khusus tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut.
Varietas yang dapat diberi PVT harus diberi penamaan yang selanjutnya menjadi nama varietas yang bersangkutan dengan ketentuan
a. Nama varietas tersebut terus dapat digunakan meskipun masa perlindungannya telah habis
b. Pemberian nama tidak boleh menimbulkan kerancuan terhadap sifat-sifat varietas
c. Penamaan varietas dilakukan oleh pemohonan hak PVT dan didaftarkan pada kantor PVT
d. Apabila penamaan tidak sesuai dengan ketentuan butir b maka kantor PVT berhak untuk menolak penamaan tersebut dan meminta penamaan baru
e. Apabila nama varietas tersebut telah dipergunakan unutk varietas lain maka pemohon wajib mengganti nama varietas tersebut
f. Nama varietas yang diajukan dapat juga diajukan sebagai merek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, varietas yang tidak dapat diberikan PVT adalah varietas yang penggunaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, norma-norma agama, kesehatan, dan kelestarian lingkunagn hidup.
C. Jangka Waktu
Jangka Waktu PVT dihitung sejak tanggal pemberian hak PVT meliputi 20 tahun untuk tanaman semusim dan 25 tahun untuk tanaman tahunan.
D. Subjek Perlindungan Varietas Tanaman
Pemegang hak PVT adalah pemulia atau orang atau badan hukum atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak PVT dari pemegang hak PVT sebelumnya. Pemulia tanaman adalah orang yang melaksanakana pemuliaan tanaman.
Jika varietas dihasilkan berdasarkan perjanjian kerja maka pihak yang memberi pekerjaan itu adalah pemegang hak PVT kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak dengan tidak mngurangi hak pemulia. Pemegang hak PVT memiliki hak untuk menggunakan dan memberikan persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakan varietas berupa benih dan hasil panen yang digunakan untuk prograsi (diperbanayakkan), hal ini berlaku juga untuk
a. Varietas turunan esensial yang berasal dari suatu varietas yang dilindungi atau varietas yang telah terdaftar dan diberi nama
b. Varietas yang tidak dapat dibedakan secara jelas dari varietas yang dilindungi
c. Varietas yang diproduksi dengan selalu menggunakan varietas yang dilindungi
Dengan demikian, hak untuk menggunakan varietas dapat meliputi memproduksi atau memperbanyak benih, menyiapkan untuk tujuan prograsi, mengiklankan, menawarkan, menjual atau memperdagangkan, mengekspor, dan mengimpor.
E. Berakhirnya Hak Perlindungan Varietas Tanaman
Dalam pasal 56 undang-undang nomor 29 tahun 2000 tentang varietas tanaman disebutkan PVT berakhir karena berakhirnya jangka waktu, pembatalan dan pencabutan.
F. Sanksi
Setiap Tindak pidana terhadap hak perlindungan varietas merupakan tindak pidana kejahatan yang dikenakan sanksi pidana kurungan / penjara dan denda.

9. Rahasia Dagang
Menurut uniform trade secret act (UTSA), rahasia dagang didefinisikan sebagai informasi termasuk suatu rumus, polapola, kompilasi, program, metoda tehnik atau proses yang menghasilkan nilai ekonomi secara mandiri, nyata, dan potensial. Perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan atau informasi lain dibidang tekonologi atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Hak pemilik rahasia dagang diatur dalam pasal 4 UU nomor 30 tahun 2000 tentang rahasia dagang. Rahasia dagang dilindungi selain tidak terbatas jangka waktunya, ukurannya adalah sampai informasi menjadi milik public. Pengalihan hak rahasia dagang harus disertai dengan dokumen-dokumen yang menunjukkan terjadinya pengalihan hak rahsia dagang, namun rahasia dagang itu sendiri tetap tidak diungkapkan. Pemberian izin kepada pihak lain untuk menggunakan rahasia dagang yang dimiliki dapat dilakukan dengan perjanjian lisensi.

10. Desain Industri
Desain industry adalah suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang meberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industry, atau kerajinan tangan.
Hak desain industry diberikan untuk desain industry yang baru. Jangka waktu perlindungan terhadap hak desain industry diberikan 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan tercatat dalam daftar umum desain industry dan diumumkan dalam berita resmi desain industry. Subyek desain industry adalah yang berhak memperoleh hak desain industry, yakni pendesain atau yang menerima hak tersebut dari pendesain. Setiap hak desain industry diberikan atas dasar permohonan kepada direktorat jendral desain industry secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
Pengalihan hak desain tidak menghilangkan hak pendesain untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya baik dalam sertifikat desain industry dan diumumkan dalam berita resmi desain industry maupun dalam daftar umum desain industry. Perjanjian lisensi wajib dicatat dan diumumkan dalam daftar umum desain industry pada direktorat jederal dan apabila tidak dicatat tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Gugatan pembatalan terhadap pendaftaraan desain industry diajukan kepada ketua pengadilan niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal.

11. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi yang didalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, sebagian atau seluruhnya saling berkaitan, serta dibentuk secara terpadu didalam sebuah bahan semikonduktor dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik. Perlindungan terhadap hak desain tata letak sirkuit terpadu diberikan selama 10 tahun sejak pertama kali desain tersebut dieksploitasi secara komersial dimana pun atau sejak tanggal penerimaan. Dalam pasal 5 UU nomor 32 tahun 2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu, yang berhak memperoleh hak desain tata letak sirkuit terpadu adalah pendesainan tau yang menerima hak tersebut dari pendesain.
Jika suatu desain tata letak sirkuit terpadu dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yabf membuat desain tersebut dianggap sebagai pendesain dan pemegang hak, kecuali diperjanjikan lain antara kedua pihak. Segala bentuk pengalihan desain tata letak sirkuit wajib dicatat dalam daftar umum pada direktorat jenderak dan diumumkan dalam berita resmi desain tata letak sirkuit terpadu.
Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Pemegang hak atau penerima lisensi desain tata letak sirkuit terpadu dapat menggugat siapa pun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan dalam pasal 8 UU nomor 32tahun 2000 tentang desain tata letak sirkuit terpadu ang diajukan ke pengadilan niaga berupa gugatan ganti rugi da atau penghentian semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.

BAB 4 HUKUM DAGANG

Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hubungan hukum perdata dengan hukum dagang dapat dikatajan saling berkaitan satu dengan yang lainnya, sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya.
Berdasarkan pasal 1 dan pasal 15 KUHD tersebut dapat diketahui kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata. Pengertiannya, KUH Dagang merupakan hukum yang khusus( lex specialis ), sedangkan KUH Perdata merupakan hukum yang bersifat umum ( lex genelaris ), sehingga berlaku suatu asas “ lex specialis derogat legi genelari”, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.
4.2 Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan usaha dagang.
Ada beberepa definisi perusahaan, antara lain :
1. Menurut hukum
Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan menggunakan banyak modal (dalam artian luas), tenga kerja, dan dilakukan secara terus menerus, serta terang terangan untuk memperoleh penghasilan dengan caramemperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2. Menurut Mahkamah Agung
Perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan jika ia berhubungan dengan keuntungan keuangan dan secara teratur melakukan perbuatan-perbuatan yang bersangkut-paut dengan perniagaan dan perjanjian.
3. Menurut Molengraff
Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan cara memeprdagangkan, menyerahkan barang atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagaangan.
4. Menurut UU Nomor 3 Tahun 1982
Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalannkan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus.

Seseorang baru dapat dikatakan menjalankan perusahaan jika telah memenuhi unsur-unsur, seperti berikut :
a. Terang terangan
b. Teratur bertindak ke luar
c. Bertujuan untuk memperoleh keuntungan materi
Suatu perusahaan yang dijalankan oleh pengusaha dapat berbentuk sebagai berikut :
a. Ia seorang diri saja
b. Ia sendiri dan dibantu oleh para pembantu
c. Orang lain yang mengelola dengan pembantu-pembantu

4.3 Hubungan Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni
1. Pembantu di dalam perusahaan
Yaitu mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi
2. Pembantu di luar perusahaan
Yaitu mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi

Hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat
1. Hubungan perburuhan, sesuai Pasal 1601 a KUH Perdata
2. Hubungan pemberian kuasa, sesuai Pasal 1792 KUH Perdata
3. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

4.4 Perusahaan dan Kewajibannya
Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajibann yang harus dilakukan oleh pengusaha, yaitu
a. Membuat pembukuan ( sesuai dengan pasal 6 KUH Dagang Yo UU Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan ). Yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
b. Mendaftarkan perusahaannya ( sesuai UU Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan ).

4.5 Bentuk-Bentuk Badan Usaha
1. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari jumlah pemiliknya, terdiri dari :
a. Perusahaan perseorangan
b. Perusahaan persekutuan
a) Persekutuan perdata
b) Persekutuan firma
c) Persekutuan komanditer, dibagi menjadi 3, yaitu persekutuan komanditer diam-diam, persekutuan komanditer terang-terangan, dan persekutuan komanditer pihak ketiga.
2. Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari status hukumnya, terdiri dari :
a. Perusahaan berbadan hukum
b. Perusahaan bukan badan hukum
Di dalam masyarakat dikenal dua macam perusahaan, yakni perusahaan swasta dan perusahaan negara.
4.6 Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas merupakan kumpulan orang yang diberi hak dan diakui oleh hukum untuk mencapai tujuan tertentu. Dasar hukum perseroan terbatas diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang sealanjutnya disebut UUPT.
Pendirian perseroan terbatas berdasarkan pasal 7 ayat 1 UUPT bahwa PT harus didirikan oleh dua orang atau lebih, baik perorangan maupun badan hukum.

4.6.1 Modal Dasar Perseroan
Modal perseroan terdiri atas seluruh nilai minimal saham. Modal dari perseroan terbatas terdiri dari modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor.
4.6.2 Organ Perseroan
Di dalam pasal 1 butir 2 UUPT secara tegas menyebutkan bahwa organ dari perseroan terdiri dari rapat umum pemegang saham (RUPS), direksi dan komisaris.

4.7 Penyatuan Perusahaan
Dalam membentuk suatu perseroan dapat dilakukan berbagai cara, yakni dengan penyatuan perusahaan baik secara penggabungan(merger), peleburan(konsolidasi), dan pengambil alihan(akuisisi).

4.8 Pembubaran dan Likuidasi Perseroan Terbatas
pembubaran dan likuidasi perseroan terbatas berpedoman pada pasal 114 UUPT, dapat terjadi karena
a. keputusan RUPS
b. Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir
c. Penetapan pengadilan

4.9 Koperasi
Koperasi adalah perserikatan yang memnuhi keperluan para anggotanya dengan cara menjual barang keperluan para anggotanya dengan cara menjual barang keperluan para anggotanya dengan cara menjual barang keperluan sehari-hari dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung). Pembentukan koperasi diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Adapun tujuan dari koperasi yaitu untuk memajukan kesajteraan para anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasilaa dan UUD 1945.

4.9.1 Fungsi dan Peran Koperasi
Adapun fungsi dan peran koperasi adalah sebagai berikut,
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesajahteraan ekonomi dan sosialnya.
2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokian ekonomian.

4.9.2 koperasi dapat didirikan oleh orang perseorangan ( koperasi primer ) maupun badan hukum itu sendiri ( koperasi sekunder ). Adapun modal koperasi terdiri dari :
a. modal sendiri, meliputi simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah.
b. Modal pinjaman, dapat berasal dari anggota, dari koperasi lainnya dan atau anggotanya, bank, dan lembaga keuangan lainnya.
c. Penerbitan surat berharga dan surat utangnya lainnya, dan sumber lain yang sah.

4.9.3 Struktur Organisasi Koperasi
Berdasarkan pasal 21 UUK 1992 memilikik perangkat koperasi, yakni rapat anggota, pengurus, dan pengawas.

4.10 Yayasan
Yaysan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Pada dasarnya yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih serta satu badan atau lebih.
Mendirikan suatu yaysan harus dilakukan secara otentik, yakni dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akte pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM. Sementara itu, dalam menjalankan kegiatan usahanya usaha yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ yayasan. Yang termasuk sebagi organ yayasan adalah pembina, pengurus,pengawas, pembubaran yayasan, dan yayasan asing.

4.11 Badan Usaha Milik Negara
Badan usaha milik negara adalah persekutuan yang berbadan hukum yang didirikan dan dimiliki oleh negara. Badan usaha milik negara dapat berupa ( berbentuk ) perusahaan jawatan ( perjan ) atau departement agency, perusahaan umum ( perum ) aau public corporation.

BAB 3 HUKUM PERIKATAN

A. Pengertian
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih. Pengertian perikatan yang lebih luas adalah
1. Perjanjian
2. Bukan dari perjanjian
B. Dasar Hukum Perikatan
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan
2. Perikatan yang timbul dari UU
3. Perikatan yang timbul bukan perjajian
C. Asas-asas dalam Hukum Perjanjian
1. Asas kebebasan berkontrak
Adalah segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai UU bagi meraka yang membuatnya
2. asas konsensualisme
adalahperjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas
Untuk sahnya suatu perjanjian ada syarat yang harus dipenuhi:
a. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
c. Mengenai suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
D. Wanprestasi
Ini akan timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori:
1. Tidak melkukan apa yang disanggupi
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan
3. Melakukan apa yang dijanjikan tapi terlambat
4. Melakukan hal yang tidak boleh dilakukan

E. Akibat-akibat Wansprestasi
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur
2. Pembatalan perjanjian
3. Peralihan resiko
3.1 Resiko dalam perjanjian sepihak
3.2 Resiko dalam perjanjian timbal balik
F. Hapusnya Perikatan
1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. Pembaharuan utang
4. Perjumpaan utang atau kompensasi
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Batal/pembatalan
9. Berlakunya suatu syarat batal
10. Lewat waktu
G. Memorandum of Understanding (MoU)
Adalah suatu perjanjian pendahuluan yang nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih detail
Asas kebebasan berkonrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratan
4. Menentukan bentuk perjanjian,tertulis dan lisan
Asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh rambu-rambu hukum sbb:
1. Harus memenuhi syarat sebagai kontrak
2. Tidak dilarang oleh UU
3. Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
4. Harus dilaksanakan dengan itukad baik


Ciri-ciri MoU
1. Isi ringkas
2. Berisi hal pokok
3. Hanya bersifat pendahuluan saja
4. Ada jangka waktu berlakunya
5. Dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tanah
6. Tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa
Alasan-alasan dibuat MoU
1. Karena prospek bisnisnya belum jelas
2. Dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosiasi yang alot
3. Masing-masing pihak masih ragu dalam penandatanganan kontrak
4. Supaya ada perincian
Tujuan MoU
Memberikan kesempatan kepada pihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerja sama.

BAB 2 Subjek dan Objek Hukum

A. Manusia Biasa (Natuurlijke persoon)
Manusia sebagai subjek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku. Sementara itu,dalam pasal 27 UUD 1945 menetapkan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukanya didalam hukum, dalam pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali.

B. Badan Hukum (Rechts Persoon)
Adalah badan-badan atau perkumpulan.badan hukum yakni orang yang diciptakan oleh hukum.
Suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum,dengan cara:
1. Disirikan dengan akta notaris
2. Didaftarkan di kantor panitera pengadilan negeri setempat
3. Dimintakan pengesahan anggaran dasar kepada menteri kehakiman dan HAM
4. Diumumkan dalam berita negara RI
Badan Hukum dibedakan dalam dua bentuk
1. Badan Hukum Publik
2. Badan Hukum Privat

C. Objek Hukum
Menurut pasal 499 KUH Perdata, objek Hukum adalah benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum. Benda dapat dibagi dua
1. Benda yang bersifat kebendaan (materiekegoederen)
a. Benda bertubuh
- Benda bergerak/tidak tetap
- Benda tidak bergerak
b. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (immateriekegoederen)
Dalam KUH Perdata benda dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Barang yang wujud dan barang tidak berwujud
2. Barang yang bergerak dan barang yang tidak bergerak

2.1 Benda Bergerak
2.1.1 benda bergerak karena siatnya (meja, kursi)
2.1.2 benda bergerak karena ketentuan undang-undang (hak paakai)
2.2 Benda Tidak Bergerak
2.2.1 Benda Tidak bergerak karena sifatnya (mis: tanah,pohon dan arca)
2.2.2 Benda tidak bergerak karena tujuanya (mesin pabrik)
2.2.3 Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang (hipotik)
3. Barang yang dapat dipakai habis dan barang-barang yang dipakai tidak habis
4. Barang yang sudah ada dan barang yang masih akan ada
5. Barang-barang uang dalam perdagangan dan barang-barang yang diluar perdagangan
6. Barang yang dapat dibagi dan barang yang tidak dapat dibagi
Membedakan benda bergerak dan benda tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan empat hal adalah :
1. Pemilikan (Bezit)
2. Penyerahan (Levering)
3. Daluarsa (verjaring)
4. Pembebanan (bezwaring)

D. Hukum Benda
Adalah hukum kekayaan merupakan peraturan-peraturan yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang,sedangkan hubungan terhadap benda dengan orang disebut mempunyai hak kebendaan
D.1 Hak Mutlak (Hak Absolut)
Hak ini terdiri dari:
1. Hak kepribadian
2. Hak hak yang terletak dalam hukum keluarga
3. Hak mutlak atas sesuatu benda

D.2 Hak Nisbi (Hak Relatif)
Adalah semua hak yang timbul karena adanya hubungan utang piutang,sedangkan utang piutang timbul dari adanya perjanjian dan UU.
1. Penggolongan Hak Kebendaan
1.1 Hak kebendaan yang sifatnya memberikan kenikmatan atas suatu benda
1.2 Hak Kebendaan yang sifatnya memberikan jaminan atas perluasan utang
2. Cara memperoleh hak milik atas suatu benda
2.1 Pelekatan
2.2 Daluwarsa
2.3 Pewarisan
2.4 Penyerahan
E. Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (Hak Jaminan)
Adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan.
F. Macam-macam pelunasan piutang
1. Pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum
Dengan syarat:
1.1 bersifat ekonomis
1.2 dapat dipindah tangankan
2. Pelunasan bagi jaminan yang bersifat khusus
jaminan khusus untuk pemegang hipotik gadai,fidusia dll
2.1 Gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain untuk jaminan
2.1.1 Sifat
2.1.1.1 Untuk benda bergerak baik berwujud maupun tidak
2.1.1.2 Bersifat accesoir
2.1.1.3 Bersifat kebendaan
2.1.1.4 Syarat inbezitsztelling
2.1.1.5 Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri
2.1.1.6 Hak preferensi (hak untuk didahulukan)
2.1.1.7 Tidak dapat dibagi-bagi
2.1.2 Hak pemegang gadai
2.1.2.1 pemegang gadai berhak untuk menjual benda yang digadaikan
2.1.2.2 pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti rugi yang berupa biaya
2.1.2.3 pemegang gadai berhak menahan benda gadai
2.1.2.4 pemegang gadai mempunyai hak preferensi
2.1.2.5 hak untuk menjual benda gadai dengan perantara hakim
2.1.2.6 atas izin hakim tetap menguasai benda gadai
2.1.3 Hapusnya Gadai
2.1.3.1 terhapusnya perjanjian pokok
2.1.3.2 musnahnya benda gadai
2.1.3.3 karena pelaksanaan eksekusi
2.1.3.4 karena pemegang gadai telah melepaskan benda gadai secara sukarela
2.1.3.5 karena pemegang gadai telah kehilangan kekuasaan atas benda gadai
2.1.3.6 karena penyalahgunaan benda gadai
2.2 Hipotik
2.2.1 sifat
2.2.1.1 bersifat accesoir
2.2.1.2 lebih didahulukan pemenuhanya
2.2.1.3 objeknya benda-benda tetap
2.2.2 Perbedaan gadai dan hipotik
2.2.2.1 gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang digadaikan
2.2.2.2 gadai hapus jika barang yang digadaikan berpindah ke tangan orang lain sedangkan hipotik tidak
2.2.2.3 satu barang tidak pernah dibebani lebih dari satu gadai walaupun tidak dilarang
2.2.2.4 perjanjian hipotik hanya dibuktikan dengan akta otentik
2.2.3 objek Hak Tanggungan
2.2.3.1 Hak milik
2.2.3.2 Hak guna bangunan
2.2.3.3 Hak guna usaha
2.2.3.4 HMSRS
2.2.3.5 Hak pakai atas tanah negara
2.3 Fidusia
Merupakan suatu perjanjian accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor ke kreditor. Perbedaan antara fidusia dengan jaminan fidusia. Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia
2.3.1 Objek jaminan fidusia
2.3.1.1 benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan
2.3.1.2 benda tersebut tidak dibebani dengan hak hipotik
2.3.2 Hapusnya Jaminan Fidusia
2.3.2.1 Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia
2.3.2.2 Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitor
2.3.2.3 Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia